Serpihan Sejarah Desa Kertosari era Kolonial Belanda abad ke 18

-


gerbang Desa Kertosari


Dalam sebuah catatan Sejarah yang bersumber dari penelusuran pitutur dan data literasi menyebutkan bahwa pada jaman dahulu perhitungan sejak dituliskan catatan ini diperkirakan lebih dari 100 tahun yang lalu, dengan perhitungan kasar jika setiap kepala desa menjabat berdurasi 8-10 tahun setiap periodenya. akan tetapi Jabatan Kepala desa memiliki batasan durasi sejak kepemimpinan kepala desa Agung Winoto dan seterusnya hingga saat ini. 



Labeng Lemak saluran irigasi peninggalan jaman kolonial belanda

Beberapa pendapat dari warga yang sudah sepuh menyatakan jabatan kepala desa pada saat itu tidak terbatas dan berlaku seumur hidup. Bahkan sebuah kepercayaan yang berlaku sangat kuat di masyarakat menyebutkan bahwa jabatan Kepala Desa ibaratnya sebuah takdir yang menjadi sebuah tanggung jawab secara turun temurun. 


Dusun Krajan, dikenal sebagai sentra industri Jagung Goreng yang lezat


Budaya kepemimpinan wilayah desa berdasarkan keturunan hingga saat ini masih sangat melekat, bukan hanya di wilayah desa kertosari saja tetapi di berbagai desa di situbondo bahkan sebagian jawa timur juga menganut kepercayaan seperti ini.


Jaman penjajahan belanda, diperkirakan tahun 1800an akhir - 1900an awal, penduduk Kertosari masih sangat sedikit, belum diketahui dari mana asal migrasi mereka. Pada mulanya daerah ini merupakan kawasan hutan, banyak mata air dan sungai yang saat ini menjadi wilayah desa kertosari-mojosari-curahkalak.


Salah satu tokoh yang dikenal sebagai pembabat tanah di kertosari (saat itu tidak ada nama desa kertosari) adalah SARBIDIN, yang membuka lahan hutan untuk pertanian, asal-usul Sarbidin ini pun masih menjadi misteri dan makamnya pun masih kami coba telusuri.


Perambahan dan pembukaan lahan baru berlanjut ke sisi wilayah selatan yang dilakukan oleh ARSIDIN, dengan membuat dan menggali sebuah sungai sebagai sarana irigasi pertanian saat itu. Dalam penggaliannya Arsidin banyak menemukan tempayan atau dikenal dalam bahasa madura adalah Gentong yang berisi tulang belulang manusia, logam termasuk juga koin-koin gobok (coin berlobang). Dan pada akhirnya setelah perambahan hutan dilakukan semakin banyak warga yang mendiami wilayah baru ini. Beberapa nama wilayah di Kertosari yang penamaannya berdasarkan penyebutan masyarakat jaman lampau memiliki arti kuat sebagai sebuah penanda wilayah saat itu. 


Curah Konce atau gheledek besse, daerah yang ditandai dengan jembatan besi saat ini berada di sisi selatan pasar kemisan, Beto Labeng dengan struktur daerah perbukitan sisi selatan yang pecah menjadi dua seperti dua pintu yang terbuka yang dulunya diduga sebagai jalur untuk mengambil air dari sumber mata air terdekat, saat ini dikenal sebagai pedukuhan Beto Labeng. Belikeran, bermakna temuan banyak batuan kecil atau kerikil pada saat awal membuka lahan dalam bahasa madura Beliker diartikan sebagai batu kerikil daerah ini awalnya dikenal sebagai pedukuhan belikeran sekarang menjadi sebuah dusun. Dursila, dianggap sebagai orang-orang pengganggu atau pemberontak kepada pemerintah belanda saat itu, saat ini dikenal pedukuhan Dursila. 


Masyarakat Desa Kertosari pada jaman kolonial belanda dikenal memiliki karakter yang keras dan suka berkelahi, banyak dukun santet dan dikenal memiliki banyak ilmu kesaktian sehingga jikalau terjadi pertarungan baik satu lawan satu diantara mereka pasti akan mati. Insiden pertarungan single fighter ini sudah menjadi rahasia umum pada saat itu, bahkan saya pun waktu masih kecil masih sering mendengar "carok" yang berakhir tragis bersimbah darah bahkan kematian. Tingkat kriminalitas di Desa Kertosari pada saat itu pun juga sangat tinggi, bukan hanya pertarungan carok yang sering terjadi, pencurian hewan ternak, perebutan lahan pertanian, arena judi, bahkan lokalisasi pun di Kertosari juga ada. 


Penyebutan nama Kertosari kemunculannya pun masih belum ditemukan pada tahun berapa, akan tetapi beberapa penamaan Kertosari memiliki dua suku kata KERTO dan SARI. Kerto yang berarti ramai dan Sari yang berarti bunga. Diartikan banyak bunga yang ditaburkan akibat seringnya perkelahian yang menyebabkan kematian (penjelasan dari salah satu kepala desa kertosari). 


Pengertian KERTOSARI jika diartikan secara ilmiah, Kerto atau Kerta berasal dari bahasa sansekerta yang berarti harapan, pencapaian hasil, pekerjaan atau karya. dalam bahasa jawa kuno Kerta adalah kemakmuran, sedang berkembang, maju, ulung, hasil maksimal (sumber: Trevo Stories ID, 23 pebruari 2022). Sari memiliki arti inti, utama, penting (kamus besar bahasa indonesia),  Bahasa Sansekerta memberikan arti Sari : inti; sari kuning : zat pewarna kuning dalam membuat kain batik; sari kurung : bunga nagasari; saripati : inti, pati, saripati; sari wosé : bunga, nagasari (menguaktabirsejarah.blogspot.co.id — Dr. Purwadi, M.Hum — Eko Priyo Purnomo, SIP)


Secara tata pemerintahan pada era kolonial belanda saat itu, wilayah kertosari, mojosari dan curahkalak dipimpin oleh seorang demang, orang jawa menyebut secara umum Demang Lurah atau Ki demang atau ki lurah dalam ruang lingkup kewilayahan pemerintahan yang paling bawah, adalah Ki Demang ARIS yang ditunjuk pertama kali sebagai pemimpin wilayah, yang saat ini bernama Kertosari Mojosari dan Curahkalak. 

Jabatan Demang era Mataram memiliki tugas : memegang pemerintahan desa. Selain itu mempunyai wewenang untuk menilai terhadap pakaian yang dikenakan semua prajurit. Seorang Demang juga termasuk asisten Wedana dan juga pemimpin daerah perdikan. (mengenal jabatan masa kerajaan Mataram, nama bupati termasuk di dalamnya, Surabaya Network id, terbitan 27 januari 2022)


Beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa Kertosari :

1. SABBAR dikenal Patenggi Rajhe

2. EDDUL

3. SAHAL

4. KARYOTO

5. MARSIDIN

6. MARSUYA

7. SAHRUS alias Haji MUHAMMAD TIRTORAHARJO

8. HADI WINOTO alias AGUNG WINOTO

9. MARZUKI

10. Haji MUHAMMAD HOLIL

11. HOSNAN ZAMRONI (saat ini)




Sumber sejarah : Sejarah dan Kebudayaan Kecamatan Asembagus, M. Daroen (penilik TK-SD), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Kecamatan Asembagus, tahun 1984, arsip Museum Balumbung. (AG)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama