Sakralitas Muharram Bagi Masyarakat Islam di Jawa

-

Wisata Situbondo || Tahun baru Islam adalah perayaan penting bagi umat Muslim di seluruh dunia. Jatuh pada tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriyah, perayaan ini menandai awal tahun baru dalam penanggalan Islam. Selama Tahun baru Islam, banyak tradisi unik yang dilakukan oleh umat Muslim di Indonesia, terutama di pulau Jawa, yakni salah satunya adalah pawai obor atau lampion.


Pawai Obor di Ajung, Jember


Magrib (18/7) hari ini dalam kalender Jawa disebut malam 1 Suro.
Suasana malam 1 Suro memiliki makna penting bagi masyarakat Jawa terutama para pelaku pelestari budaya.
Banyak kegiatan yang dianggap sakral dilakukan oleh kelompok masyarakat di Jawa.


Pawai Lampion di Alun-alun Situbondo


Pawai obor dan lampion adalah salah satu tradisi populer yang dilakukan selama tahun baru Islam di beberapa negara Islam seperti Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh. Pawai ini melibatkan orang-orang yang membawa obor dan berjalan melintasi jalan-jalan kota atau desa. Mereka berjalan dalam barisan besar sambil membaca doa, diantaranya doa burdah, Sholawatan sebagian dengan iringan hadrah.


Pawai Lampion Tradisional


Tujuan utama dari pawai obor dan lampion ini adalah untuk menyambut tahun baru Islam dengan sukacita dan semangat baru yang lebih optimis.


  


Obor dan lampion dianggap sebagai simbol cahaya dari alam kegelapan. Dalam tradisi ini, obor dan lampion diarak dan dinyalakan sambil mengelilingi kota atau desa. Hal ini juga dianggap sebagai bentuk ritual khusus berbasis budaya, di mana umat Muslim mengungkapkan syukur dan rasa syukur kepada Allah SWT.


Selain sebagai bentuk ekspresi keagamaan, pawai obor juga memiliki makna sosial. Pawai ini membawa warga kota atau desa secara bersama-sama untuk merayakan tahun baru Islam. Hal ini memperkuat ikatan sosial antara individu dan komunitas, serta memperkuat persaudaraan dan solidaritas di antara umat Muslim.



Pawai obor dan lampion juga merupakan atraksi wisata yang populer bagi wisatawan lokal maupun internasional. Banyak orang yang datang untuk menyaksikan pawai ini karena keunikan dan keindahannya. Di sisi lain, kegiatan ritual khusus suroan atau muharraman yang melibatkan banyak orang ini justru berdampak kenaikan nilai ekonomi bagi pelaku usaha lokal, mulai dari penyedia jasa angkut penumpang, pemilik rental, penyedia jasa kuliner, souvernir, pengelolaan parkir dan usaha-usaha lainnya


Bahkan sering kali disertai dengan perlombaan, pertunjukan tari tradisional, pertunjukan musik religi, dan pakaian tradisional yang warnanya memukau ada di beberapa daerah, termasuk di alun-alun Situbondo, Jawa Timur.


Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pawai obor telah mengalami tantangan. Kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup telah membuat tradisi ini mulai terlupakan dan kurang diminati oleh generasi muda. Oleh karena itu, beberapa upaya telah dilakukan untuk mempromosikan dan melestarikan pawai obor ini, seperti melibatkan sekolah-sekolah dan komunitas lokal dalam penyelenggaraan acara tersebut.


Air bersih, berbagai jenis bunga sebagai sarana jamasan


Ritual Jamasan Pusaka

Malam satu Suro adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada malam tahun baru Jawa, yaitu tanggal satu bulan Suro dalam penanggalan Jawa. Tradisi ini dipercaya memiliki makna spiritual dan kearifan lokal.
Pada malam satu Suro, masyarakat Jawa melakukan berbagai kegiatan yang dipercaya dapat membawa kebaikan dan keberuntungan. Beberapa kegiatan yang lazim dilakukan antara lain:


1. Nyekar: Masyarakat melakukan ziarah ke makam leluhur dan tempat-tempat suci untuk berdoa dan mengenang mereka yang telah tiada. Dalam kepercayaan Jawa, nyekar ini dianggap dapat membantu menghilangkan energi negatif dan mendatangkan keberuntungan.


2. Grebeg Suro: Di beberapa daerah, seperti di Solo, ada tradisi yang disebut Grebeg Suro saat malam satu Suro. Ini adalah sebuah festival yang menebarkan komoditas hewan dan makanan ke masyarakat. Festival ini dianggap sebagai bentuk syukur atas panen yang melimpah sekaligus untuk membawa keberuntungan di tahun baru Jawa.


3. Sutik: Masyarakat Jawa juga meyakini bahwa malam satu Suro adalah malam ketika roh-roh jahat keluar mencari mangsanya. Oleh karena itu, masyarakat berusaha untuk menjaga keamanan rumah dengan berbagai cara, salah satunya dengan memasang kemenyan dan menyajikan makanan untuk roh-roh jahat agar mereka tidak mengganggu.


4. Bersih Rumah: Pada malam satu Suro, banyak masyarakat Jawa yang membersihkan dan menyusun ulang isinya. Hal ini dilakukan untuk memulai tahun baru dengan suasana yang bersih dan rapi. Selain itu, membersihkan rumah juga dipercaya dapat membersihkan energi negatif yang ada di dalamnya.


5. Jamasan, adalah ritual membersihkan beberapa pusaka atau "ghaman" benda keramat peninggalan leluhur yang disimpan rapi, seperti keris, tombak, meriam kuno, bahkan hewan yang dianggap keramat yang bertujuan menjaga pamor maupun untuk meningkatkan pamor tuah dari benda keramat tersebut.


6. Di Situbondo, dalam beberapa waktu ke depan akan bermunculan bubur santen ikan atau dikenal TajhinSora, yang akan dibagikan ke tetangga-tetangga terdekat. Ritual ini bertujuan sebagai simbol penyucian (bubur beras putih) atau untuk membuka lembar hidup baru dari tahun kemarin yang telah dilewati.

Itulah beberapa tradisi yang lazim dilakukan pada malam satu Suro. Meskipun tradisi ini berasal dari budaya Jawa, tetapi kadang-kadang juga dilakukan oleh masyarakat di luar Jawa yang tertarik dengan kearifan lokal ini. (AG)


Support by :













Post a Comment

Lebih baru Lebih lama